Table of Contents
BAB
I
PENDAHULUAN
Bank Indonesia
dalam mengembangkan Bank Syariah menganut strategi market driven, fair
treatment dan memberlakukan tahapan yang berkesinambungan (gradual and
sustainable approach) yang sesuai dengan prinsip syariah (comply to sharia
principles). Tahapan itu dimulai dari
tahap pertama meletakan landasan yang kuat bagi pertumbuhan industi Perbankan Syariah
(2002-2004). Tahap
berikutnya memasuki fase untuk memperkuat struktur industry Perbankan Syariah
(2005-2009). Tahap ketiga Perbankan Syariah diarahkan untuk dapat memenuhi
standar keuangan dan mutu pelayanan internasional (2010-2012). Pada tahap
keempat dibentuknya integrasi lembaga keuangan syariah (2013-2015). Pada tahun
2015 diharapkan Perbankan Syariah di Indonesia memiliki pangsa pasar yang signifikan
yang ikut diambil dalam pengembangan perekonomian nasional yang menyejahterkan
masyarakat (Soemitra, 2012).
Sebagai
langkah konkret dalam upaya pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia, maka
Bank Indonesia telah merumuskan sebuah Grans Strategi Pengembangan Pasar
Perbankan Syariah sebagai strategis, yaitu Penetapan visi 2010 sebagai citra
baru Perbankan Syariah terkemuka di ASEAN, pembentukan citra baru Perbankan Syariah
nasional yang bersifat inklusif dan universal, pemetaan pasar secara lebih akurat,
pengembangan produk yang lebih beragam, peningkatan layanan, serta strategi komunikasi
baru yang memosisikan Perbankan Syariah lebih dari sekadar bank.
Terbukti
hingga tahun 2014 sudah ada 11 Bank Umum Syariah yang memiliki kantor pusat /
kantor cabang berjumlah 2139 unit dan
425 kantor Unit Usaha Syariah di Indonesia (Statistik Perbakan Syariah BI 2015).
Hanya saja, pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia masih saja menghadapi
berbagai problema. Dalam upaya mendorong pertumbuhan industi Perbankan Syariah
yang masih berada dalam tahap awal pengembangan, beberapa hal penting yang
perlu mendapatkan perhatian antara lain:
1.
Kerangka
dan perangkat pengaturan yang belum lengkap,
2.
Cakupan pasar yang terbatas,
3.
Kurangnya
pengetahuan dan pemahaman mengenai produk dan jasa perbankan itu sendiri,
4.
Institusi
pendukung yang belum lengkap dan efektif,
5.
Efisiensi
operasi perbankan syriah yang masih belum optimal,
6.
Porsi skim
pembiayaan bagi hasil dalam transakti bank syariah masih perlu ditingkatkan,
7.
Kemampuan untuk memenuhi stadar
keuangan syariah internasional.
Lebih lanjut adanya problema makro
(eksternal) dan problema mikro (internal). Secara ekternal problema Perbankan Syariah
terkait dengan:
1.
Faktor ekonomi, yaitu
perkembangan kondisi ekonomi yang terjadi secara keseluruhan akan memengaruhi
strategi dasar bentuk bank termasuk bank syariah. Bank syariah harus menjalani strategi yang
berbeda ketika kondisi ekonomi sedang naik dan turun,
2.
Faktor
sosial, berkaitan dengan kepercayaan, nilai, sikap sampai pergerakan keagamaan
yang mempengaruhi kecendrungan oriantasi dan preferensi masyarakat. Bank syariah harus terus menerus
melakukan evaluasi terhadap semua produknya,
3.
Faktor
politik, berkaitan dengan penentuan parameter legal dan regulasi yang membatasi
operasi bank. Sangat aneh rasanya jika di Indonesia yang mayoritas beragama
Islam, namun institusi syariahnya masih tertinggal dibanding negara lain. Oleh
karna itu, faktor politik (pemerintah) ikut berperan dalam pengembangan
Perbankan Syariah,
4.
Faktor hukum,
bank syariah merupakan bagian integral dari system perbankan di Indonesia harus
tunduk pada hokum nasional terutama pasca disahkan UU No.21 tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah.
5.
Faktor
teknologi, bank syariah harus mampu meningkatkan produk dan prosesnya dengan
menggunakan teknologi baru,
6.
Faktor
lingkungan, yaitu perbankan harus peduli terhadap isu lingkungan yang
berkembang agar proyek investasi yang dibiayai tidak merusak lingkungan.
Sedangkan
problema mikro (internal) berkaitan erat dengan pendekatan-pendekatan yang
diterapkan dalam pengembangan bank syariah selama ini seperti:
1.
Pendekatan
akomodatif dan similatif. Harus didasari bahwa bank syariah dalam
pengembangannya melakukan pendekatan dan asimilatif dari praktik perbankan yang
sudah ada,
2.
Antara
moneter dan rill, bank syariah tidak mengenal perbedaan antara sektor moneter
dan riil. Bank syariah harus hati-hati dalam menciptakan produk keuangan.
Produk keunagan yang terlepas dari sector riil akan mengakibatkan derivasi yang
bias menyebabkan timbulnya buble economics,
3.
Penetapan
harga yang mana banyak sekali perdebatan dalam penetapan harga khusus nya
produk pembiayaan,
4.
Kurangnya deposito, hal ini
terjadi karna bank syariah mengunakan prinsip mudharabah dimana deposan ikut
menanggung profit and loss sharing.
5.
Likuiditas berlebihan, karna
kecendrungan bank syariah mempertahankan rasio lebih tinggi antara uang tunai
dengan simpanan dibandingan bank berasas bunga,
6.
Problema
biaya dan profitabilitas, sebagai bank syariah di samping perorientasi pada
profit namun haruss berinvestasi sesuai dengan prinsip syariah.
7.
Masalah
sekuritas, keterbatasan instrument sekuritas syariah menyebabkan bank syariah
mengalami kesulitan mengelola likuiditas dan pengelolaan investasi jangka
panjangnya di pasar uang dan pasar modal,
8.
Sumber
daya manusia, yaitu masih kurangnya tenaga yang menguasai dengan baik ilmu
perbankan murni dan ilmu syariah sekaligus karna SDM yang kuat akan ikut
mendorong pertumbuhan bank syariah ke depan,
9.
Pembiayaan pinjaman, dimana
bank syariah memberikan sedikit perhatian saja kepada pinjaman bertujuan
konsumtif. Sejauh ini bank syariah banyak menerapkan murabahah pada sector
perdagangan. Sedangkan produk Qardh biasaya diberikan pada tingkat nasabah bisa
dipercaya para taraf prima (customer).
Dalam menyalurkan pembiayaan konsumsi dana kepada
nasabah, Bank Syariah menggunakan Akad Qardh yaitu pembiayaan dengan ketentuan
bahwa nasabah wajib mengembalikan pokok pinjaman yang diterimanya pada waktu
yang telah disepakati baik sekaligus maupun cicilan. Landasan syariah akad
qardh adalah Fatwa DSN MUI No.19/DSN-MUI/IV/2000 tentang Qardh.
Fitur dan mekanisme
Akad Qardh sebagai berikut:
1.
Bank
bertindak sebagai penyedia dana untuk memberikan pinjaman (qardh) kepada
nasabah berdasarkan kesepakatan,
2.
Bank dilarang dengan alasan
apapun untuk meminta pengembalian pinjaman melebihi dari jumlah yang sesuai
akad,
3.
Bank dilarang untuk membebankan
biaya apaun atas penyaluran pembiayaan atas dasar qardh, kecuali biaya
administrasi dalam batas kewajaran,
4.
Pengembalian jumlah pembiayaan
atas dasar qardh, harus dilakukan oleh nasabah pada waktu yang telah
disepakati.
5.
Dalam hal nasabah yang
digolongkan mampu namun tidak mengembalikan sebagian atau seluruh kewajiban
pada waktu yang telah disepakati, maka bank dapat memberikan sanksi sesuai
syariah dalam rangka pembinaan nasabah.
Hingga tahun 2014, telah
tercapai 79.676 miliyar
pembiayaan konsumtif yang telah dibukukan oleh Perbankan Syariah. Yang mana
pembiayaan terbesar sebanyak 24.562
miliyar yaitu dari DKI
Jakarta di ikuti oleh Jawa Barat sebanyak 10.159 miliyar dan Jawa
Timur sebanyak 6.892 miliyar.
Pembiayaan konsumtif
tersebut diatas lazim digunakan untuk pemenuhan kebutuhan sekunder. Adapun
kebutuhan primer pada umumnya tidak dapat dipenuhi dengan pinjaman komersil.
Seseorang yang belum mampu memenuhi kebutuhan pokoknya tergolong fakir atau
miskin. Oleh karena itu, ia wajib diberi zakat atau sedekah, atau maksimal
diberikan pinjaman kebajikan (al-qardh al-hasan), yaitu pinjaman dengan
kewajiban pengembalian pinjaman pokoknya saja, tanpa imbalan apapun.
Dalam teori ekonomi, kepuasan
seseorang dalam mengonsumsi sesuatu barang dinamakan utility atau nilai guna.
Dan dalam ekonomi islam, kepuasan dikenal dengan maslahah dengan pengertian
terpenuhinya kebutuhan baik bersifat fisik maupun spiritual (Rozalinda, 2015).
Teori nilai guna
(utility) apabila dianalisis dari teori mashlahah, kepuasan bukan didasarkan
atas banyaknya barang yang dikonsumsi tetapi didasarkan atas baik atau buruknya
sesuatu itu terhadap diri dan lingkungannya. Jika konsumsi mendatangkan
kemafsadatan pada diri atau lingkungan maka tindakan itu harus ditinggalkan
sesuai dengan kaidah atau dengan kata lain menolak segala bentuk kemudaratan
lebih diutamakan daripada menarik manfaat (Ali Hadir).
Imam
Asy-Syatthibi mengatakan, bahwa kemaslahatan manusia teralisasi apabila 5 unsur
pokok dapat diwujudkan dan dipelihara yaitu: agama (ad-din), jiwa (an-nafs),
akal (al-‘aql), keturunan (an-nasl) dan harta (al-mal). Semua pemenuhan
kebutuhan barang dan jasa adalah untuk mendukung terpeliharanya kelima unsur
tersebut. Tujuannya bukan hanya kepuasan di dunia, tetapi juga kesejahteraan di
akhirat.
Pengunaan kata pinjam-meminjam sebenarnya kurang tepat digunakan disebabkan dua hal. Pertama, pinjaman merupakan
salah satu metode hubungan financial dalam islam. Kedua, dalam islam
pinjam-meminjam adalah akad sosial, bukan akad komersial. Artinya, bila
seseorang meminjam sesuatu, ia tidak boleh disyaratkan untuk memberikan
tambahan atas pokok pinjaman. Hal ini
didasarkan pada hadist Nabi SAW. Yang mengatakan bahwa setiap pinjaman yang
menghasilkan manfaat atau riba, sedangkan para ulama sepakat bahwa riba itu
haram. Karena itu pada Perbankan Syariah, pinjaman tidak disebut kredit, tetapi
pembiayaan (financing).
Pada semua negara Islam terdapat
sejenis pinjaman atau pembiayaan yang khas yang disebut Qard i-Hasanah yang
artinya suatu pembiayaan tanpa bunga. Seseorang yang berhutang harus
menyelesaikan semua utangnya sebelum ia meninggal dunia, kalau tidak maka ia
berdosa, dalam beberapa hal si pemberi pinjaman akan memberi Qard i-Hasanah, pembiayaan
tanpa bunga yang harus dibayar kembali ( M.A.Mannan,1992).
Dengan berpatokan
kepada pembiayaan tanpa bunga, maka fenomena ini menjadi latar belakang penulis
untuk memilih judul : “Analisis Pengaruh Indeks Harga Konsumen dan Pendapatan
Rill Terhadap Pembiayaan Konsumtif Rill Pada Bank Syariah di Indonesia Periode 2004 – 2014”.
Dengan demikian rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana
perkembangan Indeks Harga Konsumen, Pendapatan Riil, dan Pembiayaan Riil
Perbankan Syariah.
2. Berapa besar pengaruh Indeks Harga Konsumen dan Pendapatan Riil
terhadap Pembiayaan Konsumtif Riil Perbankan Syariah.
Berdasarkan hal-hal diatas maka
penelitian ini bertujuan:
1.
Untuk
mengetahui perkembangan indeks harga konsumen, pendapatan rill dan pembiayaan Perbankan Syariah di Indonesia.
2.
Untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh indeks harga konsumen dan pendapatan rill
terhadap pembiayaan konsumtif Perbankan Syariah di Indonesia.
Manfaat dari
penelitian ini adalah:
1.
Penelitian
ini diharapkan dapat bermanfaat dan digunakan sebagai tambahan pengetahuan bagi
para pembaca serta pihak lain yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut
tentang pembiayaan Perbankan Syariah di Indonesia.
2.
Penelitian
ini diharapkan dapat berguna bagi perbankan khususnya perbankan syariah yang
mana di monitori oleh Bank Indonesia dalam menetapkan kebijakan khususnya
pembiayaan yang paling tepat untuk menyentuh sektor riil secara maksimal.
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA
Perbankan Syariah atau
Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang aktifitasnya sesuai dengan
hukum Islam (syariah) dan dipandu dengan prisip-prinsip ekonomi Islam (Dubai
Bank, 2006). Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama
islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba
serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (misal:
usaha yang berkaitan dengan produksi makanan / minuman haram, usaha media yang
tidak islami dll), dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan
konvensional. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah, Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah
dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Salah satu perbedaan utama antara bank syariah
dengan bank konvensional adalah bank syariah tidak menggunakan bunga sebagai
mekanisme koordinasi antara bank dengan nasabah. Alasan teologisnya adalah
syariah Islam mengharamkan riba, sesuai yang diajarkan Al Qur’an dalam
surat-surat :
a.
Ar-Ruum : 39, yang isinya:
“Dan sesuatu yang riba yang
kamu berikan agar dia menambah harta manusia. Maka riba itu tidak menambah pada
sisi Allah. Dan, apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk
mencapai keridhaan Allah, maka (yanh berbuat demikian) itulah orang-orang yang
melipatgandakan (pahalanya).’’
b.
An-Nisaa : 160-161, yang isinya:
‘’Maka disebabkan
kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang
baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak
yang menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Dan disebabkan mereka makan riba,
padahal sesungguhnya mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta dengan jalan batil. Kami
telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu, siksa yang
pedih.’’
c.
Ali-Imran : 130, yang isinya:
‘’Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu
mendapat keberuntungan.’’
d.
Al-Baqarah : 278-279, yang isinya:
‘’Hai orang-orang yang
beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum
dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka, jika kamu tidak mengerjakan
(meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan
memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba)maka bagimu pokok
hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.’’
Keempat kutipan Ayat-ayat
Al Quran di atas menunjukkan bahwa riba bukan saja menunjukan sifat jahat,
tetapi juga berdampak buruk bagi sesama manusia, khususnya mereka yang miskin
atau mengalami kesulitan keuangan. Dengan demikian pelarangan riba
menghindarkan manusia dari berbuat jahat terhadap sesamnya yang sedang
mengalami kesulitan. Larangan riba juga sekaligus menghidarkan manusia yang
seharusnya ditolong dari eksploitasi oleh sesamanya.
Menurut Rivai (2007), prinsip syariah adalah aturan
perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan
dana dan / atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai
dengan syariah.
Beberapa prinsip / hukum yang
dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain:
a.
Pembayaran terhadap pinjaman
dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya
tidak diperbolehkan,
b.
Pemberi dana harus turut
berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang
meminjam dana,
c.
Islam tidak memperbolehkan
"menghasilkan uang dari uang". Uang hanya merupakan media pertukaran
dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik,
d.
Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah
pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah
17 transaksi,
e. Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak
diharamkan dalam Islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh
perbankan syariah.
Menurut Undang-Undang Perbankan nomor 10 tahun 1998 Pembiayaan
adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut
setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Dari pengertian
ini dapatlah dijelaskan bahwa pembiayaan dapat berupa uang atau tagihan yang
nilainya diukur dengan uang, misalnya, bank membiayai kredit untuk pembelian
rumah atau mobil.
Kemudian adanya
kesepakatan antara bank (kreditur)
dengan nasabah penerima kredit (debitur),
dengan perjanjian yang telah dibuatnya. Dalam perjanjian kredit tercakup hak
dan kewajiban masing-masing pihak, termasuk jangka waktu serta bunga yang
ditetapkan bersama. Demikian pula dengan masalah sangsi apabila si debitur
ingkar janji terhadap perjanjian yang telah dibuat bersama (Kasmir, 2005).
Perbedaan pokok antara
perbankan syariah dengan konvensional dalam pembiayaan adalah adanya larangan
riba (bunga) pada Perbankan Syariah. Sebagai pengganti mekanisme bunga,
sebagian ulama meyakini bahwa dalam pembiayaan proyek – proyek, instrumen yang
paling baik adalah bagi hasil. Namun pada prinsipnya, sebagaimana halnya
prinsip muamalah, semua jenis transaksi pada dasarnya diperbolehkan, sepanjang
tidak berisi elemen riba, maisir, gharar.
Dalam penyaluran dana yang berhasil dihimpun dari nasabah atau masyarakat,
Bank Syariah menawarkan beberapa produk perbankan sebagai berikut:
1.
Pembiayaan Mudharabah
Pembiayaan mudharabah adalah Bank menyediakan pembiayaan
modal investasi atau modal kerja secara penuh (trusty financing),
sedangkan nasabah menyediakan proyek atau usaha lengkap dengan manajemennya.
Hasil keuntungan dan kerugian yang dialami nasabah dibagikan atau ditanggung
bersama antara bank dan nasabah dengan ketentuan sesuai kesepakatan bersama. Prinsip
mudharabah dalam perbankan digunakan untuk menerima simpanan dari
nasabah, baik dalam bentuk tabungan atau deposito dan juga untuk melakukan
pembiayaan.
Adapun rukun dan syaratnya adalah
sebagai berikut:
a.
Ada shahibul
maal (modal/nasabah)
b.
Adanya mudharib (pengusaha/bank)
c.
Adanya amal (usaha/pekerjaan)
d.
Adanya hasil (bagi
hasil/keuntungan) dan
e.
Adanya aqad (ijab-qabul)
Prinsip bagi hasil (profit
sharing) merupakan karakteristik umum dan landasan dasar bagi operasional Bank
Syariah secara keseluruhan. Secara syariah, prinsip ini berdasarkan pada kaidah
mudharabah. Berdasarkan prinsip ini bank syariah akan berfungsi sebagai mitra,
baik dengan penabung maupun dengan pengusaha yang meminjam dana. Dengan
penabung, bank akan bertindak sebagai mudharib (pengelola), sementara penabung
bertindak sebagai shahibul maal (pemilik dana). Antara keduanya diadakan akad
mudharabah yang menyatakan pembagian keuntungan masing-masing pihak.
Di sisi lain, dengan pengusaha
atau peminjam dana, Bank Syariah akan bertindak sebagai shahibul maal (pemilik
dana), baik dari tabungan, deposito, giro, maupun dana bank sendiri yang berupa
modal pemegang saham. Sementara itu pengusaha atau peminjam akan berfungsi
sebagai mudharib (pengelola) karena melakukan usaha dengan cara memutar dan
mengelola dana bank.
Seperti yang telah dipaparkan di
bagian sebelumnya, mudharabah terbagi atas dua jenis yakni yang bersifat tidak
terbatas (muthlaqah, unrestricted) dan yang bersifat terbatas (muqayyadah,
restricted). Pada jenis mudharabah yang pertama pemilik dana memberikan
otoritas dan hak sepenuhnya kepada mudharib untuk menginvestasikan atau memutar
uangnya.
Pada jenis mudharabah kedua,
pemilik dana memberikan batasan kepada mudharib untuk menginvestasikan dananya.
Beberapa batasan itu antara lain jenis investasi, tempat investasi serta
pihak-pihak yang dibolehkan terlibat dalam investasi. Pada jenis ini, shahibul
maal dapat pula mensyaratkan kepada mudharib untuk tidak mencampurkan hartanya
dengan dana mudharabah. Dalam hal jenis simpanan, maka terdapat dua macam
bentuk kontrak mudharabah, yaitu tabungan mudharabah dan deposito mudharabah.
Secara prinsip syariah tidak ada perbedaan di antara keduanya, tetapi secara
praktis keduanya mengacu kepada konsep tabungan dan deposito di bank
konvensional.
2.
Pembiayaan Musyarakah
Adalah pembiayaan sebagian dari modal usaha,yang mana pihak bank
dapat dilibatkan dalam proses manajemennya. Modal yang disetor dapat berupa
uang, barang perdagangan (trading asset), property, equipment atau
intangible asset (seperti hak paten dan goodwiil) dan
barang-barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang.
Adapun manfaat yang bisa diperoleh bank dari
pembiayaan ini, selain sebagai salah satu bentuk penyaluran dana. Bank juga
akan memperoleh pendapatan dalam bentuk bagi hasil sesuai pendapatan usaha yang
dikelola. Sedangkan bagi nasabah, manfaat yang bisa diperoleh yaitu bisa
memenuhi kebutuhan modal usaha melalui sistem kemitraan dengan bank.
3.
Pembiayaan Murabahah
Dalam istilah fiqh ialah akad jual beli atas barang tertentu.dalam
transaksi jual beli tersebut,penjual menyebutkan dengan jelas barang yang
diperjual belikan termaksud harga pembelian dan keuntungan yang diambil . Murabahah
dalam teknis perbankan adalah akad jual beli antara bank selaku penyedia
bank dengan nasabah yang memesan untuk membeli barang.
Adapun rukun dan syarat Murabahah, yaitu:
1. Rukun
a. Ada
penjual,
b. Ada
pembeli,
c. Ada
obyek yang akan dijual-belikan (tangible)
d. Ada
harga jual yang disepakati kedua belah pihak,
e.
Akad jual beli.
2. Syarat
a.
Pembeli dan penjual dalam
keadaan cakap hukum,
b. Barang
yang dijual tidak termasuk kategori yang diharamkan,
c. Barang
yang dijual sesuai dengan spesifikasi pembeli,
d. Barang yang dijual secarahukum syah dimiliki penjual,
4.
Pembiayaan Al Bai’Bithaman Ajil
Merupakan pembiayaan untuk membeli
barang dengan cicilan. Syarat-syarat dasar dari produk ini hampir sama dengan
pembiayaan murabahah. Perbedaan diantara keduanya terletak pada cara
pembayaran, dimana pada pembiayaan murabahah pembayaran ditunaikan
setelah berlangsungnya akad kredit, sedangkan pada pembiayaan Al
Bai’Bithaman Ajil cicilan baru dilakukan setelah nasabah penerima barang
mampu memperlihatkan hasil usahanya.
5.
Pembiayaan Salam
Yaitu pembiayaan jual-beli di mana
barang yang diperjual-belikan belum ada. Pembayaran barang dilakukan di depan
oleh bank namun penyerahan barang dilakukan secara tangguh karena memerlukan
proses pengadaannya. Setelah barang diserahkan kepada bank maka bank akan menjualnya kepada pembeli
yang telah memesan sebelumnya. Hal ini disebut
salam paralel karena melibatkan pemesan dan bank, serta bank dan pelaksana yang
bertanggung jawab atas realisasi pesanan
tersebut.
Rukun dan Syarat Salam:
1. Rukun
a. Muslam (pembeli)
b. Muslam ilaih (penjual)
c. Modal/
Uang
d. Muslam Fiihi atau barang
e. Shigat
2. Syarat
a. Modal harus diketahui
b. Penerimaan pembayaran salam harus di temapat
kontrak
c. Barang harus jelas, bisa diidentifikasi,
penyerahan barang dikemudian hari, dan sebagainya
Diaplikasikan dalam bentuk pembiayaan jangka pendek untuk produksi
agrobisnis atau industri jenis lainnya.
6.
Pembiayaan Istishna’
Istishna adalah suatu transaksi jual beli antara mustashni’
(pemesan) dengan shani’i (produsen) dimana barang yang akan diperjual belikan
harus dipesan terlebih dahulu dengan
kriteria yang jelas.
Secara etimologis, istishna itu adalah minta dibuatkan. Dengan
demikian menurut jumhur ulama istishna sama dengan salam, karena dari
objek/barang yang dipesannya harus dibuat terlebih dahulu dengan ciri-ciri
tertentu seperti halnya salam. Bedanya terletak pada sistem pembayarannya,
kalau salam pembayarannya dilakukan sebelum barang diterima, sedang istishna
boleh di awal, di tengah atau diakhir setelah pesanan diterima.
Rukun dan Syarat Istishna:
1. Rukun
a. Ada pembuat/produsen
b. Ada
pemesan/pembeli.
c. Ada
barang/proyek yang dipesan.
d. Ada
kesepakatan harga jual.
e. Ada
pengikatan.
2. Syarat
a. Pihak yg berakad hrs cakap hukum.
b. Produsen sanggup memenuhi persyaratan pemesanan
c. Obyek yg dipesan jelas
spesifikasinya.
d. Harga jual adalah harga pesanan ditambah keuntungan.
e. Harga jual tetap selama jangka
waktu pemesanan
f. Jangka waktu pembuatan disepakati
bersama
Diaplikasikan dalam bentuk
pembiayaan manufaktur, industri kecil-menengah,dan konstruksi. Dalam
pelaksanaannya pembiayaan isthina dapat dilakukan dengan dua cara, yakni
pihak produsen ditentukan oleh bank atau pihak produsen ditentukan oleh
nasabah.pelaksanaan salah satu dari kedua cara tersebut harus ditentukan dimuka
dalam akad berdasarkan kedua belah pihak.
7.
Pembiayaan Ijarah Wa iqtina
Akad Ijarah adalah akad sewa suatu barang antara bank
dengan nasabah, dimana nasabah diberi kesempatan untuk membeli obyek sewa pada
akhir akad atau dalam dunia usaha dikenal dengan finance lease. Harga
sewa dan harga beli ditetapkan bersama diawal perjanjian. Dalam pembiayaan ini
yang menjadi obyek sewa diisyaratkan harus barang yang bermanfaat dan
dibenarkan oleh syariat dan nilai dari manfaat dapat diperhitungkan atau
diukur.pembiayaan sewa beli ini dapat dilakukan dengan cara: pertama lembaga
pembiayaan atau perusahaan leasing yang berdasarkan syariah Islam membeli aset
yang akan dibeli oleh nasabah, setelah terbeli maka, lembaga tersebut
menyewakan aset itu dalam jangka waktu dan harga yang ditentukan dalam
perjanjian kedua belah pihak.
8.
Hiwalah
Hiwalah adalah produk perbankan syari’ah
yang disediakan untuk membantu suplier dan mendapatkan modal tunai agar
melanjutkan produksinya. dalam hal ini Bank akan mendapatkan imbalan (fee)
atas jasa pemindahan piutang. Besarnya imbalan yang akan diterima Bank
ditetapkan berdasarkan hasil kesepakatan antar Bank dengan nasabah.
9.
Rahn
Produk perbankan ini disediakan untuk
membantu nasabah dalam pembiyaan kegiatan multiguna. Rahn sebagai produk
pinjaman berarti Bank hanya memperoleh imbalan atas penyimpanan, pemeliharaan,
asuransi dan administrasi barang yang digadaikan. berkenaan dengan hal tersebut
maka, produk Rahn hanya digunakan bagi keperluan sosial seperti
pendidikan dan kesehatan.
Menurut Antonio (2001), Pembiayaan merupakan salah satu
tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi
kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit. Menurut sifat penggunaanya,
pembiayaan dapat dibagi menjadi dua hal berikut.
1.
Pembiayaan Produktif
yaitu pembiayaan yang
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk
peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi.
Pembiayaan produktif
dapat dibagi menjadi dua hal berikut :
a.
Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan
untuk memenuhi kebutuhan: (a) peningkatan produksi, baik secara kuantitatif,
yaitu jumlah hasil produksi, maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas
atau mutu hasil produksi, dan (b) untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang.
b.
Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi
kebutuhan barang-barang modal (capital
goods) serta fasilitas-fasilitas
yang erat kaitannya dengan itu.
2.
Pembiayaan Konsumtif
yaitu pembiayaan yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk
memenuhi kebutuhan.
Praktek pembiayaan
diperbankan syariah mempunyai sebuah sub system yang harus mengikuti ketentuan
yang digariskan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan yakni
harus berpedoman pada prinsip-prinsip syariah yaitu prinsip mudharabah, prinsip
musyarakah, prinsip murabahah dan prinsip ijarah.
Sistem pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah menurut sudut pandang yuridis adalah sebagai
berikut:
1. Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip mudharabah dan prinsip musyarakah
2. Pembiayaan jual beli berdasarkan prinsip murabahah, prinsip istishna dan prinsip as-salam
3. Pembiayaan sewa-menyewa berdasarkan prinsip ijarah (sewa murni) dan Ijarah al-muntahia bit-tamlik (sewa beli
atau sewa dengan hak opsi).
Teori permintaan atau yang di
istilahkan Ibn Taimiyah (1263-1328) dengan raghabat fi al-syai (keinginan
terhadap sesuatu) merupakan salah satu faktor pertimbangan permintaan. Dalam litelatur ilmu ekonomi,
teori permintaan di terangkan tentang hubungan antara jumlah permintaan dengan
harga. Permintaan adalah banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu pasar
tertentu dengan tingkat harga tertentu, pada tingkat pendapatan tertentu dan
pada periode tertentu (Putong, 2002).
Ibn
Khaldun berpendapat tentang penawaran, bila penduduk kota memiliki makanan
berlebih dari yang mereka butuhkan akibat harga makanan menjadi murah, tetapi
di kota kecil, bahan makanan sedikit, maka harga bahan makanan menjadi tinggi.
Ketika barang-barang yang tersedia sedikit, harga harga akan naik. Namun bila
jarak antar kota dekat dan aman akan banyak barang yang diimpor sehingga
ketersediaan barang akan melimpah sehingga harga akan turun (Khaldun, 2001).
Sementara
itu, menurut al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin, jika petani tidak
mendapatkan pembeli, ia akan menjualnya pada harga yang lebih murah, dan harga
dapat diturunkan dengan menambah jumlah barang di pasar (Ghazanfar dan Islahi,
1988).
Inflasi adalah gejala yang menunjukan kenaikan
tingkat harga umum yang berlangsung terus menerus (Campbell dan Brue, 2002).
Inflasi terjadi ketiga harga-harga secara umum mengalami kenaikan yang
berlangsung terus menerus sehingga persedian barang dan jasa mengalami
kelangkaan, sementara konsumen harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk
sejumlah barang dan jasa yang sama (Amalia, 2005).
Untuk mengukur tingkat harga secara makro, biasanya menggunakan pengukuran Indeks Harga Konsumen (IHK). Indeks Harga Konsumen dapat diartikan sebagai indeks harga dari biaya sekumpulan barang konsumsi yang masing-masing diberi bobot menurut proporsi belanja masyarakat untuk
komoditi yang bersangkutan. IHK mengukur harga sekumpulan barang tertentu (seperti bahan makanan pokok, sandang, perumahan, dan aneka barang dan jasa)
yang dibeli konsumen. Indeks Harga Konsumen merupakan persentase yang digunakan
untuk menganalisis tingkat/ laju inflasi.
IHK juga merupakan indikator yang digunakan pemerintah untuk mengukur inflasi di Indonesia. Penghitungan IHK dimulai dengan mengumpulkan harga dari ribuan barang
dan jasa. Jika Pendapatan Domestik Bruto (PDB) mengubah jumlah berbagai barang
dan jasa menjadi sebuah angka tunggal yang mengukur
nilai produksi, IHK mengubah berbagai harga barang dan jasa menjadi sebuah
indeks tunggal yang mengukur seluruh
tingkat harga. IHK adalah harga
sekelompok barang dan jasa relatif
terhadap harga sekelompok barang dan jasa yang
sama pada tahun dasar. Adapun rumus untuk menghitung IHK adalah:
IHK = (Pn/Po) x 100
Dimana, Pn = Harga sekarang
Po = Harga pada tahun dasar
Indeks harga digunakan untuk mengukur tingkat
harga keseluruhan. Indeks harga bobot tetap yang paling populer adalah Indeks Harga Konsumen yakni, ukuran harga yang diterima oleh produsen untuk produk-produk pada semua tahap proses
produksi. Pembobotan didasarkan pada survei konsumen yang diberlakukansecara
luas. Perubahan IHK agak terlalu keras menekankan perubahan biaya hidup (Case & Fair, 2002).
Secara definitif, konsumsi adalah kebutuhan individual meliputi kebutuhan
baik barang maupun jasa yang tidak dipergunakan untuk tujuan usaha. Dengan
demikian yang dimaksud pembiayaan konsumtif atau pinjaman konsumtif adalah
jenis pembiayaan yang diberikan untuk tujuan diluar usaha dan umumnya bersifat
perorangan (Adiwarman, 2006).
Dalam Islam pinjam-meminjam adalah akad sosial, bukan
akad komersial. Artinya, bila seseorang meminjam sesuatu, ia tidak boleh disyaratkan untuk memberikan tambahan
atas pokok pinjaman. Hal ini didasarkan pada hadist Nabi SAW yang mengatakan
bahwa setiap pinjaman yang menghasilkan manfaat atau riba, sedangkan para ulama
sepakat bahwa riba itu haram. Karena itu pada perbankan syariah, pinjaman tidak
disebut kredit, tetapi pembiayaan (financing).
Dalil Al-Qur’an tentang jual beli:
“Orang-orang yang makan (mengambil)
riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan
syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu,
adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama
dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus
berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu
(sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang
kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka
kekal di dalamnya.” (QS. Al Baqarah: 275)
Dalil Al-Hadits tentang jual-beli:
“pendapatan yang paling afdhal
adalah hasil karya tangan seseorang dalam jual beli yang mabrur” (HR. Ahmad Al
Bazzar Ath Thabrani)
Dari Syuaib, Rasulullah SAW bersabda:
“tiga perkara yang didalamnya
terdapat keberkahan: menjual dengan pembayaran secara tangguh, muqaradah
(mudharabah),dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah dan tidak
untuk dijual” (HR. Ibnu Majah)
Pinjaman konsumtif diperlukan oleh pengguna dana untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi. Kebutuhan konsumsi dibedakan atas kebutuhan primer dan kebutuhan
sekunder. Kebutuhan primer adalah kebutuhan pokok atau dasar baik berupa
barang, seperti makanan , minuman, pakaian dan tempat tinggal maupun berupa
jasa seperti pendidikan dasar dan pengobatan. Adapun kebutuhan sekunder adalah
kebutuhan tambahan, yang secara kuantitatif dan kualitatif lebih tinggi ataupun
lebih mewah dari kebutuhan primer, baik berupa barang seperti makan dan
minuman, pakaian/perhiasan, bangunan rumah dan kendaraan dan sebagainya, maupun
berupa jasa seperti pendidikan dan pelayanan kesehatan, pariwisata dan hiburan (Antonio,
2001).
Sedangkan untuk Syariah yang dikatakan dengan konsumsi adalah permintaan
dan produksi adalah penyediaan kebutuhan konsumen yang kini dan yang
sebelumnya, merupakan insentif pokok bagi kegiatan-kegiatan ekonominya sendiri.
Mereka mungkin tidak hanya menyerap pendapatannya tetapi juga memberi insentif
untuk meningkatkannya. Hal
ini mengandung arti bahwa pembicaraan mengenai konsumsi adalah primer (M. A
Mannan,1992).
Perbedaan antara ilmu ekonomi modern dan ilmu ekonomi Islam adalah dalam
hal konsumsi yaitu terletak pada cara pendekatannya dalam memenuhi kebutuhan
seseorang. Islam
tidak mengakui kegemaran materialistis semata-mata dari pola konsumsi modern.
Aturan pertama mengenai konsumsi terdapat
dalam ayat suci Al-Quran :
“Hai
sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi,
dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya
syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu." (Q.S, Al-Baqarah, 2:168)
Salah
satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu negara dalam
suatu periode tertentu adalah data Produk Domestik Bruto (PDB), baik atas dasar
harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDB pada dasarnya merupakan
jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara
tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan
oleh seluruh unit ekonomi. PDB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai
tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap
tahun, sedangkan PDB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang
dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun
tertentu sebagai dasar (Badan Pusat Statistik, 2015).
PDB
atas dasar harga berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur
ekonomi, sedang harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi
dari tahun ke tahun.
Dari data PDB dapat juga diturunkan beberapa
indikator ekonomi penting lainnya, seperti :
1. Produk Nasional Bruto
Yaitu PDB ditambah dengan pendapatan neto dari luar negeri.
Pendapatan neto itu sendiri merupakan pendapatan atas faktor produksi (tenaga
kerja dan modal) milik penduduk Indonesia yang diterima dari luar negeri
dikurangi dengan pendapatan yang sama milik penduduk asing yang diperoleh di
Indonesia.
2. Produk Nasional Neto atas dasar harga pasar
Yaitu
PDB dikurangi dengan seluruh penyusutan atas barang-barang modal tetap yang
digunakan dalam proses produksi selama setahun.
3. Produk Nasional Neto atas dasar biaya faktor
produksi
Yaitu
produk nasional neto atas dasar harga pasar dikurangi dengan pajak tidak
langsung neto. Pajak tidak langsung neto merupakan pajak tidak langsung yang
dipungut pemerintah dikurangi dengan subsidi yang diberikan oleh pemerintah.
Baik pajak tidak langsung maupun subsidi, kedua-duanya dikenakan terhadap
barang dan jasa yang diproduksi atau dijual. Pajak tidak langsung bersifat
menaikkan harga jual sedangkan subsidi sebaliknya. Selanjutnya, produk nasional
neto atas dasar biaya faktor produksi disebut sebagai Pendapatan
Nasional.
4. Angka-angka per kapita
Yaitu
ukuran-ukuran indikator ekonomi sebagaimana diuraikan di atas dibagi dengan
jumlah penduduk pertengahan tahun.
Pendapatan
nasional adalah salah satu indikator makro yang dapat menunjukkan kondisi
perekonomian nasional setiap tahun. Manfaat yang dapat diperoleh dari data ini
antara lain adalah :
1.
PDB harga berlaku nominal menunjukkan kemampuan sumber
daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu negara. Nilai PDB yang besar
menunjukkan sumber daya ekonomi yang besar, begitu juga sebaliknya.
2.
PNB harga berlaku menunjukkan pendapatan yang
memungkinkan untuk dinikmati oleh penduduk suatu negara.
3.
PDB harga konstan (riil) dapat digunakan untuk
menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau setipa sektor dari
tahun ke tahun.
4.
Distribusi PDB harga berlaku menurut sektor menunjukkan
struktur perekonomian atau peranan setiap sektor ekonomi dalam suatu negara.
Sektor-sektor ekonomi yang mempunyai peran besar menunjukkan basis perekonomian
suatu negara.
5.
PDB harga berlaku menurut penggunaan menunjukkan produk
barang dan jasa digunakan untuk tujuan konsumsi, investasi dan diperdagangkan
dengan pihak luar negeri.
6.
Distribusi PDB menurut penggunaan menunjukkan peranan
kelembagaan dalam menggunakan barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai
sektor ekonomi.
7.
PDB penggunaan atas dasar harga konstan bermanfaat
untuk mengukur laju pertumbuhan konsumsi, investasi dan perdagangan luar
negeri.
8.
PDB dan PNB per kapita atas dasar harga berlaku
menunjukkan nilai PDB dan PNB per kepala atau per satu orang penduduk.
9.
PDB dan PNB per kapita atas dasar harga konstan berguna
untuk mengetahui pertumbuhan nyata ekonomi per kapita penduduk suatu negara.
Pendapatan nasional adalah merupakan jumlah seluruh pendapatan yang
diterima oleh penduduk dalam suatu negara selama satu tahun (Sir William Petty,
1665). Dalam perhitungannya, ia menggunakan anggapan bahwa pendapatan nasional
merupakan penjumlahan biaya hidup (konsumsi) selama setahun. Namun, pendapat
tersebut tidak disepakati oleh para ahli ekonomi modern, sebab menurut
pandangan ilmu ekonomi modern, konsumsi bukanlah satu-satunya unsur dalam
perhitungan pendapatan nasional. Menurut mereka, alat utama sebagai pengukur
kegiatan perekonomian adalah Produk Nasional Bruto (Gross National Product,
GNP), yaitu seluruh jumlah barang dan jasa yang dihasilkan tiap tahun oleh
negara yang bersangkutan diukur menurut harga pasar pada suatu negara.
Produk Domestik Bruto (PDB) atau
dalam bahasa inggris disebut Gross Domestic Product adalah nilai barang dan
jasa dalam suatu negara yang diproduksi oleh faktor- faktor produksi milik
warga negara, negara tersebut dan warga negara asing yang tinggal di negara
tersebut dalam periode waktu tertentu (biasanya satu tahun).
GDP merupakan nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan, penjumlahan
nilai tambah, dan penjumlahan pendapatan di dalam perekonomian selama periode
waktu tertentu. GDP juga merupakan penjumlahan nilai konsumsi (C), investasi
(I), pembelian barang & jasa oleh pemerintah (G) dan ekspor neto atau nilai
ekspor setelah dikurangi nilai impor (X-M).
Peningkatan/pertumbuhan GDP akan meningkatkan pula pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan GDP, dapat pengaruhi perubahan ketersediaan sumber daya dan peningkatan
produktifitas.
GDP dapat diukur dalam 2(dua) cara, yaitu sebagai:
1. Total nilai dari aliran produk akhir,
2. Total
biaya atau penghasilan input yang digunakan untuk memproduksi output. Karena
profit/Laba merupakan konsep residu/sisa, maka kedua cara tersebut menghasilkan
total GDP yang sama.
Konsumsi merupakan suatu bentuk refleksi dari perilaku konsumen untuk memenuhi
kebutuhannya akan barang dan jasa. Ada beberapa faktor yang menentukan tingkat
konsumsi untuk barang normal :
a. Pendapatan Konsumen
b. Tingkat Harga
c. Tingkat Bunga
d. Sosial Ekonomi
e. Selera
Konsumsi sangatlah di pengaruhi pendapatan. Jika terjadi perubahan
permintaan atau penawaran agregat akibat perubahan pendapatan, maka perubahan
tersebut akan menimbulkan perubahan-perubahan pada tingkat harga (inflasi).
Faktor utama yang menentukan konsumsi seorang konsumen akan barang dan jasa
adalah faktor tingkat pendapatan. Pendapatan konsumen dapat dibedakan menjadi
dua yaitu :
a. Pendapatan Nominal
Pendapatan nominal adalah pendapatan yang dihitung berdasarkan harga pasar yang
berlaku pada tahun yang bersangkutan. Artinya pendapatan mengukur suatu output
pada suatu periode yang terdapat didalamnya dan dinilai menurut harga pasar
yang berlaku pada tahun itu juga.
b. Pendapatan Riil
Pendapatan Riil merupakan pendapatan yang jumlahnya telah dideflasikan
dengan perubahan harga barang dan jasa. Pendapatan riil ini dapat dihitung dengan cara membagi pendapatan nominal dengan indeks harga barang dan jasa
(Indeks Harga Konsumen/ IHK).
Bisa juga dikatakan bahwa Pendapatan Riil
merupakan indikator yang paling realistis untuk digunakan dalam mengukur
kesejahteraan seorang konsumen, karena pendapatan riil memperhitungkan kenaikan
ataupun penurunan harga (Mankiw, 2000).
YR =
(IHKn/IHKo ) x Yn
Dimana, YR =
Pendapatan Rill
Yn =
Pendapatan Nominal
IHK
= Indeks Harga Konsumen
Tingkat harga barang dan jasa di pasar juga
menentukan pengeluaran konsumsi seorang konsumen. Secara Nominal pendapatan
konsumen mungkin sama setiap periodenya akan tetapi apabila harga mengalami
kenaikan sewaktu-waktu, maka hal ini akan mengakibatkan menurunnya daya beli
seseorang.
Pembiayaan
Konsumtif Riil merupakan pembiayaan konsumtif yang jumlahnya telah dideflasikan dengan
perubahan harga barang dan jasa. Pembiayaan riil ini dapat
dihitung dengan cara membagi pembiayaan riil nominal dengan indeks harga barang dan jasa (Indeks Harga Konsumen/ IHK).
PKR =
PKn x (IHKn/IHKo
)
Dimana, PKR
= Pembiayaan Konsumtif Rill
PKn = Pembiayaan Konsumtif Nominal
IHK = Indeks Harga Konsumen
Penelitian Indri Filiyana (2013) yang berjudul : Analisis Pinjaman
Konsumtif pada Bank Syariah di Indonesia 2005-2010, meneliti bahwa setiap
kenaikan Rp.1 pendapatan per kapita akan meningkatkan Pinjaman Konsumtif
sebesar Rp. 8,07.
Penelitian Prayudi
Wahyu (2004) yang berjudul : Analisis
Pinjaman Konsumtif Rill Pada Bank Syariah Di Indonesia Priode 1998.2 – 2003.1, meneliti pinjaman konsumtif rill di Indonesia
yang mana Indeks Harga Konsumen (IHK) memiliki pengaruh yang lebih signifikan
terhadap pinjaman konsumtif riil di Indonesia yakni sebesar 3.118983 diikuti
pendapatan riil sebesar 0.397989.
Hal ini adalah wajar dan dapat dipahami karena saat itu pangsa industri
perbankan konvensional jauh lebih besar dibanding perbankan syariah yang hanya
sekitar 2% share perbankan secara
umum.
Bank syariah dapat membantu seluruh
kebutuhan pembiayaan
baik itu pembiayaan produktif maupun pembiayaan konsumtif.
Pembiayaan konsumtif tersebut diatas
lazim digunakan untuk pemenuhan kebutuhan sekunder. Adapun kebutuhan primer
pada umumnya tidak dapat dipenuhi dengan pinjaman komersil.
Dari teori perilaku konsumen yakni,
konsumen mengalokasikan pendapatan mereka atas barang & jasa yang akan
mereka konsumsi, berikut dengan keputusan pengalokasian (decission making)
dalam permintaan akan barang dan jasa. Pemahaman terhadap keputusan pembelian
konsumen akan membantu memahami bagaimana perubahan pendapatan dan harga
berpengaruh terhadap pola konsumsi seseorang.
Dan syarat kehidupan sehari-hari kian
lama kian rumit. Karena itu pentingnya pinjaman konsumtif untuk kebutuhan pokok bagi tiap orang tidak
berlebihan. Pinjaman konsumtif sedikit
banyak bersifat tidak produktif, walaupun ada pengaruhnya pada produktifitas
masyarakat secara tidak langsung, yaitu mendorong produksi dan supply.
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil
hipotesis dari penelitian ini yaitu:
Diduga terdapat pengaruh yang signifikan Indek
Harga Konsumen dan Pendapatan Riil terhadap Pembiayaan Konsumtif Riil pada Bank Syariah di Indonesia.
BAB
III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini mengunakan metode deskriptif yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan
cara mengumpulkan, mengolah dan kemudian menyajikan data observasi agar pihak
lain dapat dengan mudah memperoleh gambaran
mengenai sifat (karakteristik) obyek yang diteliti.
Pendekatan
yang dilakukan adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif disini
digunakan untuk meneliti hubungan antar variabel dan menguji hipotesis dari
variabel yang akan di uji secara statistik guna diambil suatu kesimpulan.
Jenis data yang penulis gunakan dalam
penelitian ini adalah data sekunder yakni data yang diperoleh peneliti secara
tidak langsung dari subjek penelitiannya, tetapi berwujud dokumentasi atau data
yang telah tersedia. Data yang digunakan bersifat time series (runtut waktu) antara periode 2004 sampai 2014. Data time series yakni jenis data yang dikumpulkan menurut urutan waktu dalam suatu
rentang waktu tertentu, dapat berupa misalnya detik, menit, jam, hari, minggu,
bulan atau tahun .
Seluruh data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari website resmi Bank Indonesia
dan website resmi Badan Pusat
Statistik Indonesia .
Data yang bersumber dari Bank Indonesia
berupa publikasi Statistik Perbankan Syariah Indonesia ,
Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia ,
dan laporan perekonomian Indonesia .
Sedangkan data yang bersumber
dari Badan Pusat Statistik adalah dari indikator ekonomi Indonesia, Indeks
Harga Konsumen, dan Pendapatan Nasional.
Untuk menjawab tujuan penelitian yang pertama yaitu
mengetahui perkembangan variabel yang digunakan dalam pembiayaan konsumtif
perbankan syariah dilakukan dengan analisis deskriptif dan tinjauan pustaka
terhadap penelitian-penelitian sejenis mengenai variabel.
Analisis deskriptif dibantu dengan
grafis dapat menjelaskan kondisi rata-rata, atau menjelaskan saat masing-masing
variabel mengalami kondisi ektrim tertentu, sehingga mampu memberikan gambaran
umum, pola keseluruhan maupun pergerakan data dari masing-masing variabel yang
terlibat dalam model penelitian. Dari sisi implikasinya, analisis deskripsi mampu menjelaskan hubungan
antara variabel.
Analisis kuantitatif dilakukan untuk menjawab tujuan
yang kedua, yaitu mengetahui bagaimana pengaruh Indeks Harga Konsumen dan Pendapatan
Riil terhadap Pinjaman Konsumtif Rill pada Bank Syariah. Dalam analisis kuantitatif dilakukan pengujian menggunakan
program Eviews 6 dengan alat analisis regresi persamaan linier berganda.
Persamaan yang digunakan merupakan model semilog hasil transformasi secara
logaritma dari model yang dirumuskan Ascarya (2010) yaitu:
Model pertama menggunakan IHK
dan PRM sebagai variabel dependen:
LnPKR = a + β0IHK+ β1LnYR + e
Dimana:
Ln = Logaritma natural (logaritma
bilangan dasar e = 2,71828)
PKR = Pembiayaan
Konsumtif Riil
IHK =
Indeks Harga Konsumen
YR = Pendapatan
Riil
a = Konstanta
β = Koefisien Regresi
e =
Error Term
Analisis
determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam
menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah
antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan
variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat
terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen
memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel
dependen.
Pengujian
ini bertujuan untuk mengetahui apakah variabel independen secara simultan atau
bersama-sama mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. F hitung dapat
dicari dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
R2 = Koefisien determinasi
n =
Jumlah data atau kasus
k = Jumlah
variabel independen
Dengan
hipotesisi sebagai
berikut:
H0 : β1, β 2= 0 : artinya
tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen terhadap
variabel dependen
H1 :
β1, β 2 ≠ 0 : artinya terdapat pengaruh yang signifikan
antara variabel independen terhadap variabel dependen.
Pengujian
ini menggunakan uji F yaitu dengan membandingkan F hitung dengan F tabel pada
tingkat keyakinan (α), derajat kebebasan
(df1 dan df2) tertentu dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Ho diterima bila F hitung ≤ F
tabel
b. Ho ditolak bila F hitung > F
tabel
Uji ini dilakukan untuk mengetahui secara parsial
seberapa besar pengaruh tingkat signifikansi variabel independen terhadap
variabel dependen. Uji ini
digunakan untuk menentukan apakah variabel-variabel independen dalam persamaan
regresi secara individu signifikan dalam memprediksi nilai variabel dependen.
Pengujian ini dilakukan dengan
membandingkan nilai probabiltas t-hitung terhadap tingkat signifikansi α (5%
atau 0,05), dengan kriteria pengujian jika probabilitas t-hitung > α (0,05) .
Dengan hipotesis sebagai berikut:
H0 : β1 , β2 = 0 : artinya tidak
terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen terhadap variabel
dependen
H1 : β1, β2 ≠ 0 : artinya terdapat pengaruh yang signifikan
antara variabel independen terhadap variabel dependen.
Penilaian dilakukan dengan membandingkan nilai t hitung dengan t tabel
pada derajat kebebasan (df) dan tingkat keyakinan (α) tertentu dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Ho diterima jika –t tabel ≤
t hitung ≤ t tabel
b. Ho ditolak jika –t hitung < -t tabel atau t
hitung > t tabel
Pengujian asumsi klasik
digunakan untuk memberikan kepastian bahwa persamaan regresi yang didapatkan
memiliki ketepatan dalam estimasi, tidak bias dan konsisten sehingga layak
digunakan dalam proses pengujian hipotesa melalui model analisis regresi
berganda. Suatu model regresi dikatakan akurat apabila estimator-estimator dari
koefisien regresi memenuhi asumsi BLUE
(Best Linear Unbiased Estimator).
Asumsi-asumsi tersebut meliputi:
Uji
multikolinieritas digunakannya untuk menguji apakah pada model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya
tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Uji ini
untuk menghindari kebiasan dalam proses pengambilan keputusan mengenai pengaruh
parsial masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Untuk
mendeteksi apakah terjadi multikolinieritas, menggunakan
metode Klein. Metode ini dilakukan dengan cara membandingkan nilai koefisien
determinasi (R2) dari model regresi utama dengan R2 dari persamaan model auxiliary (persamaan regresi semu antar
variabel independen).
Uji
autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada
korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan periode sebelumnya. Terjadinya
korelasi menyebabkan model regresi dan tes signifikansi menjadi tidak
signifikan lagi. Uji autokorelasi ini dapat dilakukan dengan metode Durbin
Watson (DW). Nilai DW dibandingkan dengan nilai tabel pada n (ukuran sampel)
dan k (jumlah variabel bebas) tertentu dengan ketentuan sebagai berikut.
a. Jika
nilai DW terletak antara nilai 0 dan dl, atau di antara 4-dl dan du maka
terjadi autokorelasi
b. Jika
nilai DW terletak antara nilai dl dan du, atau di antara 4-du dan 4-dl maka
tidak ada kesimpulan tentang autokorelasi
c. Jika
nilai DW terletak antara nilai du dan 4-du maka tidak terjadi autokorelasi.
Uji
asumsi heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
linier terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke lainnya.
Konsekuensi heteroskedastisitas ialah penaksir tetap tak bias dan konsisten
tetapi penaksir tadi tidak lagi efisien baik dalam sample kecil maupun sampel
besar. Terdapat beberapa metode untuk mengidentifikasi adanya
heteroskedastisitas, antara lain grafik, metode park, metode rank spearman,
metode langrangian multiflier (LM test) dan White Heteroscedasticity test.
Uji
heteroskedastisitas dengan metode White’s General Heterocedasticity tidak
mengukan asumsi normalitas sehingga mudah untuk diimpementasikan dan sangat
cocok dengan model logit yang berdistibusi logistic.
Uji distribusi normal adalah uji untuk mengukur apakah data kita memiliki
distribusi normal sehingga dapat dipakai dalam statistik parametrik (statistik
inferensial). Pendugaaan persamaan dengan mengunakan metode OLS harus memenuhi
sifat kenormalan, karena jika tidak normal dapat menyebabkan varians infinitif
(ragam tidak hingga atau ragam yang sangat besar). Hasil pendugaan yang
memiliki varians infinitif menyebabkan metode OLS akan menghasilkan dugaan yang
not meaningful (tidak berarti). Salah satu metode yang banyak digunakan untuk
menguji normalitas adalah Jarque-Bera test.
Variabel-variabel
yang digunakan dalam penelitian ini dijelaskan secara operasional sebagai
berikut:
1.
Pembiayaan Konsumtif Riil
Pembiayaan konsumtif adalah pinjaman yang dibutuhkan untuk membiayai kebutuhan
konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Pembiayaan
Konsumtif Riil merupakan pembiayaan konsumtif yang jumlahnya telah dideflasikan
dengan perubahan harga barang dan jasa. Pembiayaan riil ini dapat dihitung
dengan cara membagi pembiayaan riil nominal dengan indeks harga barang dan jasa
(Indeks Harga Konsumen/ IHK).
PKR = PKn x (IHKn/IHKo )
Dimana, PKR =
Pembiayaan Konsumtif Rill
PKn = Pembiayaan Konsumtif Nominal
IHK = Indeks Harga Konsumen
2.
Indeks Harga Konsumen
IHK
adalah harga sekelompok barang dan jasa
relatif terhadap harga sekelompok barang dan jasa yang sama pada tahun dasar.
Adapun rumus untuk menghitung IHK adalah:
IHK = (Pn/Po) x 100
Dimana, Pn = Harga sekarang
Po = Harga pada tahun dasar
3. Pendapatan Riil
PDB merupakan indikator yang
paling realistis untuk digunakan dalam mengukur kesejahteraan seorang konsumen,
karena itu dalam penetian ini mengunakan PDB sebagai pendapatan riil yang paling
tepat dan realistis dalam memperhitungkan kenaikan ataupun penurunan harga. (Mankiw,
2000)
YR = Yn
x (IHKn/IHKo )
Dimana, YR =
Pendapatan Riil
Yn = Pendapatan / PDB nominal
IHK = Indeks Harga Konsumen
BAB IV
GAMBARAN UMUM
Berkembangnya bank-bank
syariah di negara-negara Islam berpengaruh ke Indonesia . Pada awal periode 1980-an, diskusi
mengenai bank syariah sebagai pilar ekonomi Islam mulai dilakukan. Para tokoh
yang terlibat dalam kajian tersebut adalah Karnaen A. Perwataatmadja, M. Dawam
Raahrdjo, A.M. Saefuddin, M. Amien Azis, dan lain-lain. Beberapa uji coba pada skala yang relative terbatas telah di
wujudkan. Di antaranya adalah Baitut Tamwil-Salman, Bandung, yang sempat tumbuh
mengesankan.
Akan
tetapi, prakarsa lebih khusus untuk mendirikan bank Islam di Indonesia baru di
lakukan pada tahun 1990. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18-20
Agustus 1990 menyelenggarakan Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan di Cisarua,
Bogor, Jawa Barat. Hasil Lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam pada
Musyawarah Nasional IV MUI yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya Jakarta, 22-25
Agustus 1990.
Bank Muamalat Indonesia Lahir sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut diatas. Akte pendirian PT Bank
Muamalat Indonesia
ditandatangani pada tanggal 1 November 1991. Pada saat penandatanganan akte
pendirian ini terkumpul komitmen pembelian saham sebanyak Rp 84 miliar.
Perkembangan Perbankan
Syariah pada era reformasi ditandai dengan disetujuinya Undang-Undang No.10 Tahun
1998. Dalam undang-undang tersebut diatur dengan rinci landasan hukum serta
jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh Bank Syariah.
Undang-undang tersebut juga memberikan arahan bagi bank-bank konvesional untuk
membuka cabang syariah atau bahkan mengkonversi diri secara total menjadi bank
syariah.
Ditahun 2014, Perbankan Syariah telah memiliki 11 jaringan Bank
Umum Syariah (BUS) yang mana telah memiliki 415 Kantor Cabang (KC), 1526 Kantor Cabang Pembantu (KCP), dan 209 Kantor Kas (KK). Yang mana didominasi
oleh Bank Syariah Mandiri memiliki 137 Kantor Cabang, 510 Kantor Cabang
Pembantu dan 64 Kantor Kas diseluruh Indonesia.
Tabel 4 . 1.
Daftar Bank Umum
Syariah di Indonesia
Bank Umum Syariah
|
KC
|
KCP
|
KK
|
||
1
|
PT. Bank
Muamalat Indonesia
|
83
|
255
|
110
|
|
2
|
PT. Bank
Victoria Syariah
|
8
|
11
|
-
|
|
3
|
Bank BRIsyariah
|
51
|
196
|
7
|
|
4
|
B.P.D. Jawa Barat Banten Syariah
|
9
|
56
|
1
|
|
5
|
Bank BNI Syariah
|
64
|
159
|
17
|
|
6
|
Bank Syariah
Mandiri
|
137
|
510
|
64
|
|
7
|
Bank Syariah
Mega Indonesia
|
35
|
320
|
5
|
|
8
|
Bank Panin
Syariah
|
7
|
5
|
-
|
|
9
|
PT. Bank Syariah
Bukopin
|
12
|
8
|
5
|
|
10
|
PT. BCA Syariah
|
8
|
6
|
-
|
|
11
|
PT. Maybank
Syariah Indonesia
|
1
|
-
|
-
|
|
|
415
|
1.526
|
209
|
||
Sumber : Bank Indonesia 2015 (data diolah)
Untuk Unit Usaha Syariah, saat ini
sudah ada 23 Unit Usaha Syariah yang mana telah
memiliki 142 Kantor Cabang (KC), 241 Kantor Cabang Pembantu (KCP) dan 42 Kantor Kas (KK) yang tersebar diseluruh Indonesia.
Tabel 4 . 2 .
Daftar
Unit Usaha Syariah di Indonesia
Unit Usaha Syariah
|
KC
|
KCP
|
KK
|
||
12
|
PT Bank Danamon
|
25
|
135
|
-
|
|
13
|
PT Bank Permata Tbk
|
11
|
2
|
-
|
|
14
|
PT Bank Internasional
|
5
|
1
|
-
|
|
15
|
PT Bank Cimb Niaga, Tbk
|
3
|
-
|
-
|
|
16
|
PT Bank OCBC Nisp, Tbk
|
6
|
-
|
-
|
|
17
|
PT BPD DkI
|
2
|
9
|
6
|
|
18
|
BPD Yogyakarta
|
1
|
2
|
5
|
|
19
|
PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah
|
2
|
4
|
2
|
|
20
|
PT BPD Jawa Timur
|
2
|
5
|
-
|
|
21
|
PT BPD Jambi
|
1
|
-
|
-
|
|
22
|
PT Bank Bpd
Aceh
|
2
|
12
|
-
|
|
23
|
PT Bpd Sumatera Utara
|
5
|
17
|
-
|
|
24
|
BPD Sumatera Barat
|
3
|
6
|
-
|
|
25
|
PT Bank Pembangunan Daerah
Riau
|
2
|
3
|
-
|
|
26
|
PT BPD Sumatera Selatan Dan
Bangka Belitung
|
3
|
1
|
5
|
|
27
|
PT BPD Kalimantan Selatan
|
2
|
6
|
1
|
|
28
|
PT BPD Kalimantan Barat
|
-
|
2
|
4
|
|
29
|
BPD Kalimantan Timur
|
2
|
12
|
-
|
|
30
|
PT BPD Sulawesi Selatan Dan Sulawesi Barat
|
3
|
-
|
1
|
|
31
|
PT BPD Nusa Tenggara Barat
|
2
|
4
|
1
|
|
32
|
PT Bank Sinarmas
|
25
|
-
|
10
|
|
33
|
PT Bank Tabungan Negara
(Persero) Tbk.
|
21
|
20
|
7
|
|
34
|
PT Bank Tabungan Pensiunan
Nasional
|
14
|
-
|
-
|
|
|
142
|
241
|
42
|
Sumber : Bank Indonesia 2015 (data diolah)
Dari sebuah riset yang dilakukan oleh Karim Business Consulting, diproyeksikan
bahwa total aset bank syariah di Indonesia akan tumbuh sebesar 2850%
selama 8 tahun, atau rata-rata tumbuh 356.25 % tiap tahunnya. Sebuah
pertumbuhan aset yang sangat mengesankan. Tumbuh kembangnya aset bank syariah
ini dikarenakan adanya kepastian di sisi regulasi serta berkembangnya pemikiran
masyarakat tentang keberadaan bank syariah. Perkembangan perbankan syariah ini
tentunya juga harus didukung oleh sumber daya insani yang memadai, baik dari
segi kualitas maupun kuantitasnya. Namun realitas yang ada menunjukkan bahwa
masih banyak sumber daya insani yang selama ini terlibat di institusi syariah
tidak memiliki pengalaman akademis maupun praktis dalam Islamic Banking.
Tentunya
kondisi ini cukup signifikan mempengaruhi produktifitas dan profesionalisme
perbankan syariah itu sendiri. Dan inilah memang yang harus mendapatkan
perhatian dari kita semua, yakni mencetak sumber daya insani yang mampu
mengamalkan ekonomi syariah di semua lini. Karena sistem yang baik tidak
mungkin dapat berjalan bila tidak didukung oleh sumber daya insani yang baik
pula.
Sejak abad ke 18 banyak dilakukan
penelitian tentang harga barang-barang dipasaran. Ketegangan produsen sebagai
pihak penghasil barang dan konsumen sebagai pihak pembeli akan mengakibatkan
ketidakseimbangan fluktuasi harga barang. Sehingga indeks harga dijadikan dasar
perbandingan untuk mengukur tingkat, kemajuan ekonomi masa sekarang dan
sebelumnya.
Indeks Harga
konsumen (IHK) ialah suatu indeks, yang menghitung rata-rata perubahan harga
dalam suatu periode, dari suatu kumpulan barang dan jasa yang dikonsumsi oleh
penduduk/rumah tangga dalam kurun waktu tertentu. Perkembangan indeks harga
konsumen rata-rata disetiap tahunnya ialah sebesar 126.95 %.
Gambar 4. 1.
Indeks Harga Konsumen Indonesia
selama Tahun 2004-2014
Indeks Harga
Konsumen tertinggi ialah ditahun 2007 yaitu sebesar 150.55% dan tahun 2013
sebesar 142.18%. Sedangkan Indeks Harga Konsumen terendah ditahun 2014 yaitu
sebesar 103.97% dan tahun 2004 sebesar 113.25%.
Gambar 4. 2.
Perkembangan Indeks Harga
Konsumen Indonesia selama Tahun 2004-2014
Perkembangan
Indeks Harga konsumen tertinggi ialah ditahun 2005-2006 yaitu sebesar 110.46% dan terendah ditahun 2013-2014 yaitu sebesar 73.12%.
Salah satu indikator penting untuk
mengetahui kondisi ekonomi di suatu negara dalam suatu periode tertentu adalah
data Produk Domestik Bruto (PDB), baik atas dasar harga berlaku maupun atas
dasar harga konstan. PDB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang
dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau merupakan
jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.
PDB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang
dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, sedangkan PDB atas
dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang
dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasar.
PDB atas dasar harga berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran dan
struktur ekonomi, sedang harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan
ekonomi dari tahun ke tahun.
Untuk melihat
perkembangan pendapatan riil yang paling nyata, dalam penelitian ini mengunakan
data (PDB) harga berlaku menurut penggunaan menunjukkan produk barang dan jasa
digunakan untuk tujuan konsumsi, investasi dan diperdagangkan dengan pihak luar
negeri. PDB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa
yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun. Perkembangan
PDB di Indonesia setiap tahunnya rata-rata sebesar 5.835,84 triliun atau
sebesar 105,51 persen.
Gambar 4. 3.
Pendapatan Nasional Indonesia selama Tahun
2004-2014
Data diatas perekonomian Indonesia
stabil dari masa ke masa. Grafik diatas juga mengambarkan prediksi perekonomian
yang kedepannya akan semakin meningkat.
Gambar 4. 4.
Perkembangan Pendapatan Nasional
Indonesia selama Tahun 2004-2014
Pergeseran terbesar yaitu di tahun
2008 yaitu sebesar 125,25 persen atau 4.948,69 triliun menjadi 113,29 persen
atau 5.606.20 triliun di tahun 2009. Hal ini disebabkan oleh krisis global
internasional yang mengakibatkan melemah perekonomian baik di negara maju
maupun negara berkembang. Setelah tahun 2009 hingga tahun 2014 PDB stabil
dengan tingkat perkembangan diatas 110,40 persen.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bank syariah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan bunga,
atau dapat pula disebut Bank Islam, yaitu lembaga keuangan yang usaha pokoknya
memberikan pembiayaan dan jasa-jasa perbankan lainnya dalam lalu lintas
pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan
prinsip syariah. Dari pengertian tersebut, bank yang beroperasi berdasarkan
prinsip syariah adalah bank yang menggunakan hukum islam dalam melaksanakan
kegiatan perbankannya. Melalui produk-produk yang dihasilkan oleh bank islam
atau bank syariah dalam produk pengumpulan dana tersebut dapat dioperasikan
sesuai dengan ketentuan ajaran islam. Kegiatan dan transaksi yang dilakukan
oleh bank syariah juga berlandaskan hukum halal atau haram, lembaga perbankan
syariah hanya melakukan transaksi yang sesuai dengan aturan hukum islam.
Prinsip yang diterapkan bank syariah dalam sistem pembiayaan adalah sebagai
berikut: (1) Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudh`arabah); (2) Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah);
(3) Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah);
(4) Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah);
(5) Pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak
lain (ijarah wa iqtina).
Pembiayaan merupakan aktivitas bank syariah dalam menyalurkan dananya
kepada pihak nasabah yang membutuhkan dana. Pembiayaan sangat bermanfaat bagi
bank syariah, nasabah, dan pemerintah. Pembiayaan memberikan hasil yang paling
besar di antara penyaluran dana lainnya yang dilakukan oleh bank syariah.
Sebelum menyalurkan dana melalui pembiayaan, bank syariah perlu melakukan
analisis pembiayaan yang mendalam.
Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas
penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit
unit. Menurut sifat penggunaannya pembiayaan dapat
dibagi menjadi 2 hal berikut:
1.
Pembiayaan produktif, yaitu
pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas,
yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun
investasi. Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi 2
hal berikut:
A. Pembiayaan
modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan: Peningkatan produksi, baik secara kuantitatif,
yaitu jumlah hasil produksi, maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan
kualitas atau mutu hasil produksi; dan Untuk keperluan perdagangan atau
peningkatan utility of place dari suatu barang.
B.
Pembiayaan investasi, yaitu
untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal (capital goods) serta
fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu.
2.
Pembiayaan konsumtif, yaitu
pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis
digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Pembiayaan konsumtif diperlukan oleh
pengguna dana untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan akan habis dipakai untuk
memenuhi kebutuhan tersebut.kebutuhan konsumsi dapat dibedakan atas kebutuhan
primer (pokok atau dasar) dan kebutuhan sekunder. Kebutuhan primer adalah kebutuhan pokok, baik
berupa barang, seperti makanan, minuman, pakaian, dan tempat tinggal maupun
berupa jasa, seperti pendidikan dasar dan pengobatan. Adapun kebutuhan sekunder
adalah kebutuhan tambahan, yang secara kuantitatif maupun kualitatif lebih
tinggi atau lebih mewah dari kebutuhan primer, baik berupa barang, seperti
makanan dan minuman, pakaian/perhiasan, bangunan rumah, kendaraan dan
sebagainya, maupun berupa jasa, seperti pendidikan, pelayanan kesehatan,
pariwisata, hiburan, dan sebagainya.
Perbedaan antara ilmu ekonomi modern dan ilmu
ekonomi Islam adalah dalam hal konsumsi yaitu terletak pada cara pendekatannya
dalam memenuhi kebutuhan seseorang. Islam tidak mengakui kegemaran
materialistis semata-mata dari pola konsumsi modern.
Pembiayaan
konsumtif pada Perbankan Syariah kian hari semakin memperlihatkan hasil yang
positif dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi masyarakat Indonesia. Melihat
perkembangannya selama tahun 2004 hingga tahun 2014 mengalami kenaikan yang
sangat pesat. Rata-rata perkembangan pembiayaan konsumtif riil setiap tahun
ialah sebesar 133,5 persen atau sebesar 30.026,32 miliyar per tahunnya.
Gambar 5. 1.
Pembiayaan Konsumtif Syariah
selama Tahun 2004-2014
Dari grafik diatas
dapat dilihat bahwa pembiayaan komsumtif syariah terus meningkat. Hal ini
mengambarkan bahwa Perbankan Syariah telah mampu menjadi fasilitator masyarakat dalam memenuhi kebutuhan. Diawal
perkembangan Perbankan Syariah yaitu ditahun 2004, pembiayaan konsumtif hanya
berjumlah 2.045 miliyar rupiah. Dan didalam fase memperkuat struktur
industrinya ditahun 2009, pembiayaan komsumtif berjumlah 14.057.67 miliyar
rupiah. Dan ditahap integrasi keuangan syariah yaitu ditahun 2014, Perbankan
Syariah telah membukukan pembiayaan konsumtif sebesar 79.676,71 miliyar rupiah.
Gambar 5. 2.
Perkembangan Pembiayaan Konsumtif
Syariah selama Tahun 2004-2014
Perkembangan pembiayaan konsumtif
tertinggi yaitu ditahun 2011 sebesar 43.053
miliyar rupiah atau 187 % dan di susul di tahun 2012 sebesar 64.822 atau
sebesar 150 %. Dan
perkembangan pembiayaan konsumtif terendah yaitu di tahun 2014
sebesar 79.676,71 miliyar atau sebesar 101.22 %.
Pembiayaan
konsumtif Indonesia antar propinsi
(33
propinsi) sudah cukup merata. Total jumlah pembiayaan konsumtif di tahun 2014
ialah sebesar 79.676,71 miliyar. Dimana rata-rata pembiayaan disetiap propinsi
yaitu sebesar 2.414 miliyar.
Tabel 5. 1.
Pembiayaan
Konsumtif antar Propinsi selama Tahun 2014
Propinsi
|
Pembiayaan
Konsumtif 2014
(miliyar rupiah)
|
Nanggroe
Aceh Darussalam
|
2.317
|
Sumatera
Utara
|
2.948
|
Sumatera
Barat
|
2.178
|
Sumatera
Selatan
|
2.120
|
Bangka
Belitung
|
167
|
Jambi
|
990
|
Bengkulu
|
359
|
Riau
|
1.638
|
Kepulauan
Riau
|
1.727
|
Lampung
|
929
|
DKI
Jakarta
|
23.804
|
Jawa
Barat
|
11.439
|
Banten
|
2.889
|
Jawa
Tengah
|
4.803
|
DI
Yogyakarta
|
1.215
|
Jawa
Timur
|
7.681
|
Bali
|
877
|
Kalimantan
Barat
|
1.560
|
Kalimantan
Tengah
|
457
|
Kalimantan
Timur
|
1.607
|
Kalimantan
Selatan
|
1.056
|
Sulawesi
Utara
|
267
|
Gorontalo
|
236
|
Sulawesi
Barat
|
171
|
Sulawesi
Tengah
|
663
|
Sulawesi
Tenggara
|
540
|
Sulawesi
Selatan
|
3.197
|
Maluku
|
68
|
Maluku
Utara
|
120
|
NTB
|
1.127
|
NTT
|
159
|
Irian
Jaya Barat
|
93
|
Papua
|
274
|
Luar
Indonesia
|
1
|
|
79.677
|
Sumber : Bank Indonesia 2015 (data diolah)
Dimana pembiayaan
tertinggi berasal dari DKI Jakarta yaitu sebesar 23.804 miliyar rupiah, Jawa
Barat sebesar 11.439 miliyar rupiah, Jawa Timur sebesar 7.681 miliyar rupiah,
Jawa Tengah sebesar 4.803 miliyar rupiah, Sulawesi Selatan sebesar 3.197
miliyar rupiah dan Sumatera Utara sebesar 2.948 miliyar rupiah. Dan pembiayaan
teredah berasal dari Maluki yaitu sebesar 68 miliyar rupiah.
Besarnya
pembiayaan konsumtif pada Perbankan Syariah selama periode 2004-2014 dipengaruhi
oleh banyak faktor. Dalam penelitian ini akan melihat Pengaruh variabel Indeks
Harga Konsumen dan Pendapatan Nasional terhadap Pembiayaan Konsumtif Riil pada Bank
Umum Syariah selama periode 2004-2014.
Untuk
melihat pengaruh tersebut menggunakan analisis regresi linear berganda metode
OLS. Regresi linear berganda yang dilakukan diolah dengan bantuan perangkat
lunak statistik dan ekonometrika yaitu Eviews 6. Dikarenakan
data yang akan digunakan dalam regresi adalah data time series (11 tahun).
Selain itu untuk memperkecil jarak nilai
variabel yang satuannya rupiah, dilakukan logaritma narutal pada beberapa
variabel. Tujuan melakukan interpolasi dan log natural pada data adalah untuk
menghasilkan model yang lebih baik dan mendekati BLUE (Best Linier Unbiased Estimate), atau mempunyai sifat yang linier,
tidak bias, dan varians minimum, bila beberapa persyaratan terpenuhi pada
analisis regresi.
Model regresi (ekonometrika)
yang digunakan dalam model untuk melihat pengaruh Indeks Harga Konsumen dan Pendapatan
Nasional Riil terhadap Pembiayaan Konsumtif Riil Bank Umum Syariah di Indonesia,
adalah sebagai berikut:
LnPKR = a + β0 IHK + β1 LnYR + e
Dengan analisis regresi linear berganda akan dianalisis variable pengaruh Indeks Harga Konsumen dan Pendapatan Riil terhadap Pembiayaan Konsumtif Riil Syariah maka digunakan analisis regresi metode OLS. Berdasarkan analisis regresi menggunakan alat statistik Eviews 6 diperoleh hasil regresi sebagai berikut:
Berdasarkan persamaan regresi berganda
diatas dapat diinterpretasikan sebagai berikut:
1. Konstanta (a) sebesar -28.657 artinya jika
variabel IHK dan YR diasumsikan
sama dengan nol atau konstan,
maka PKR turun sebesar 28.67% dengan kata lain
terjadi penurunan Pembiayaan Konsumsi Riilsebesar 28.67%.
2. Koefisien regresi variabel Indeks Harga
Konsumen (β0) sebesar -0,0056 artinya jika variabel tingkat IHK naik sebesar 1% sedangkan variabel lain
konstan atau tetap, maka nilai variabel PKR menurun (terjadi deflasi) sebesar 0,0056%.
3. Koefisien
regresi variabel Pendapatan Nasional
Riil (β1) sebesar 2,7886 artinya jika variabel YR naik sebesar 1% sedangkan variabel lain
konstan, maka nilai PKR meningkat sebesar 2,7886%.
Analisis determinasi digunakan
untuk mengetahui berapa persentase pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependen yang mampu dijelaskan oleh model regresi.
Tabel 5. 2.
Hasil
Analisis Determinasi PKR
|
Adjusted
|
Std. Error of the
Estimate
|
0.9834
|
0.979
|
0.1834
|
a. Predictors: (Constant), IHK, LnYR
|
Dari hasil regresi pada table diatas dengan
mengunakan perangkat lunak Eviews 6, Pembiayaan Konsumtif Riil (PKR) sebagai variabel
dependen diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,9834 artinya sebesar 98,34% PKR secara bersama-sama
dipengaruhi oleh variabel tingkat IHK dan YR, sedangkan 1,66% lainnya dipengaruhi variabel lain di luar
model.
Pengujian ini bertujuan untuk
mengetahui signifikansi pengaruh semua variabel independen secara bersama-sama
atau simultan terhadap variabel dependen. Uji F dilakukan dengan membandingkan
F hitung dengan F tabel pada tingkat keyakinan α = 5%.
Tabel 5. 3.
Hasil
Uji F
F Hitung
|
Probalitas F
Hitung
|
Α
|
Keputusan
|
238.3261
|
0,0000
|
0,05
|
Menolak Ho
|
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa
nilai probabilitas F hitung (F statistics) ternyata 0,0000 lebih kecil dari 0,05
maka H0 ditolak dan H1 diterima, yang artinya secara
keseluruhan variabel independen, yaitu Indeks Harga Konsumen dan Pendapatan
Riil mampu menjelaskan atau secara bersama-sama memberikan pengaruh signifikan
terhadap variabel dependen, yaitu Pembiayaan Konsumtif Riil (hipotesis diterima).
Uji ini digunakan untuk
menentukan apakah variabel-variabel independen dalam persamaan regresi secara
individu signifikan dalam memprediksi nilai variabel dependen. Pengujian ini
dilakukan dengan membandingkan nilai probabiltas t-hitung terhadap tingkat
signifikansi α (5% atau 0,05), dengan kriteria pengujian jika probabilitas
t-hitung > α (0,05) maka pengaruh variabel independen itu tidak signifikan,
sehingga H0 diterima, yang artinya variabel independen tidak
mempengaruhi secara individual variabel dependennya, sebaliknya jika
probabilitas thitung < α (0,05) maka pengaruhnya signifikan, sehingga H1
diterima, yang artinya variabel independen dapat mempengaruhi secara individual
variabel dependennya.
Tabel 5. 4.
Hasil
Uji t
Variabel
|
Koefisien
|
T Statistik
|
Probalitas T Hitung
|
A
|
Keputusan
|
IHK
|
-0.0055
|
-1.3623
|
0.2102
|
0.05
|
Menerima Ho
|
YR
|
2.7886
|
21.2847
|
0.0000
|
0.05
|
Menolak Ho
|
Dari hasil output regresi yang
dirangkum pada tabel diatas dapat dilihat bahwa:
1.
Probabilitas t-hitung untuk variabel Indeks
Harga Konsumen (IHK) adalah sebesar 0,2102. Hal ini menunjukkan bahwa variabel IHK secara individual tidak signifikan terhadap variabel Pembiayaan Konsumtif Riil (PKR).
2.
Probabilitas t-hitung untuk variabel Pendapatan Nasional Riil (YR) adalah
sebasar 0,0000 . Hal ini menunjukan bahwa variabel YR signifikan atau secara individu berpengaruh signifikan terhadap variabel Pembiayaan Konsumtif Riil.
Uji multikolinieritas bertujuan untuk mengetahui apakah pada
model regresi terdapat korelasi antar variabel independen. Pengujian dilakukan
menggunakan program Eviews 6 dengan pendekatan kolarasi
parsial dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 5. 5.
Hasil
Uji Multikolinieritas
MULTIKOLINERITAS
|
LNPKR
|
IHK
|
LNYR
|
LNPKR
|
1
|
0.02623
|
0.98978
|
IHK
|
0.02623
|
1
|
0.08878
|
LNYR
|
0.98978
|
0.08878
|
1
|
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa nilai R1 > R2, R3
; maka model ini tidak ditemukan adanya
multikolinieritas.
Uji autokorelasi bertujuan
untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan
pengganggu pada periode t dengan periode sebelumnya. Pengujian dilakukan menggunakan
Eviews 6 untuk mendapatkan nilai Durbin Watson (DW). Berdasarkan hasil
pengujian, diperoleh nilai DW untuk model pertama (variabel dependen : PKR) sebesar 1.2106. Sedangkan nilai tabel pada n(jumlah sample) = 11 dan k (jumlah variabel) =
3, diperoleh nilai dL (batas bawah Durbin Watson) = 0.7579 dan dU
(batas atas Durbin Watson) = 1.324.
Positif Auto Korelasi
|
Tidak Tentu
|
Tidak Ada Auto Korelasi
|
Tidak Tentu
|
Negatif Autokorelasi
|
0 dL=0.75
1.21 dU=1.32 3.1428
Dengan
demikian, untuk model PKR nilai DW berada di antara nilai dL dan dU, artinya tidak mengandung masalah
autokorelasi.
Uji asumsi heteroskedastisitas bertujuan
untuk menguji apakah dalam model regresi linier terjadi ketidaksamaan varian
dari residual satu pengamatan ke lainnya. Metode untuk mengidentifikasi uji
heteroskedastisitas ini adalah White Heteroscedasticity
test dengan mengunakan Eviews 6.
Dari hasil estimasi didapat bahwa:
Obs*R-squared= 5.6901 dengan p=value
0.5172
Uji hipotesis:
Ho : Tidak ada heteroskedastisitas
H1 : Ada heteroskedastisitas
Pengujian :
Jika p-value < =5% maka H0 ditolak
Jika p-value < =5% maka H0 ditolak
Karena p-value= 0.5171
>5% maka Ho tidak ditolak, sehingga bisa disimpulkan bahwa tidak ada
heteroskedastisitas.
Uji distribusi
normal adalah uji untuk mengukur apakah data kita memiliki distribusi normal
sehingga dapat dipakai dalam statistik parametrik (statistik inferensial).
Pendugaaan persamaan dengan mengunakan metode OLS harus memenuhi sifat
kenormalan, karena jika tidak normal dapat menyebabkan varians infinitif (ragam
tidak hingga atau ragam yang sangat besar). Hasil pendugaan yang memiliki
varians infinitif menyebabkan metode OLS akan menghasilkan dugaan yang not
meaningful (tidak berarti). Salah satu metode yang banyak digunakan untuk menguji
normalitas adalah Jarque-Bera test.
Pengujian
normalitas ini dilakukan dengan program Eviews 6 melaluti Jarque Bera test.
Jarque Bera test mempunyai distribusi chi square dengan derajat bebas dua. Jika
hasil test lebih besar dari nilai chi square pada a=5
persen, maka tolak hipotesis nul yang berarti tidak berdistribusi normal. Jika
hasil Jarque Bera test lebih kecil dari nilai chi square pada a=5
persen, maka terima hipotesisis nul yang berarti error term berdistibusi
normal.
Analisis hasil output Tabel JB, menerangkan bahwa nilai JB sebesar 0.7009.
karena 0.7009 < 5% maka dapat disimpulkan bahwa residual berdistribusi
normal. Tingkat probability sebesar 0.7043
( p > 5%) maka dapat disimpulkan bahwa residual berdistribusi normal.
5.4.4.1.
KESIMPULAN
DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis
yang dilakukan terhadap data penelitian serta mengungkap dan menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang berhubungan dengan analisis pengaruh pengaruh indeks harga konsumen dan Pendapatan
Nasional Riil terhadap terhadap
pembiayaan konsumtif riil, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1.
Rata-rata perkembangan Pembiayaan
Konsumtif Riil perbankan syariah di Indonesia tahun 2004-2014 adalah sebesar 33,50
%, sedangkan perkembangan Pendapatan Nasional Riil adalah sebesar 5,51 %.
2.
Berdasarkan
hasil analisis pengaruh Indeks Harga Konsumen dan Pendapatan Nasional Riil terhadap
terhadap Pembiayaan Konsumtif Riil selama tahun 2004-2014 koefisien determinasi
(R2) sebesar 0,9834 yang menunjukkan bahwa variabel independent
(indeks harga konsumen dan produk domestik bruto) berpengaruh signifikan
terhadap variabel dependent (pembiayaan konsumtif riil).
3. Pendapatan Nasional Riil berpengaruh
signifikan terhadap Pembiayaan Konsumtif
Riil, dimana variabel Indeks Harga Konsumen berpengaruh negatif. Sedangkan
Pendapatan
Nasional Riil berpengaruh positif terhadap
Pembiayaan Konsumtif Riil dikarenakan dominasi pendapatan yang dapat memicu peningkatan konsumsi.
Berdasarkan kesimpulan diatas,
maka saran yang muncul adalah :
3.
Peningkatan
pembiayaan khususnya untuk pembiayaan konsumtif dalam perbankan syariah lebih
distabilkan agar dampaknya lebih dirasakan signifikan terhadap peningkatan
pendapatan riil ekonomi masyarakat Indonesia. Terutama demi terciptanya keefektifan
pembiayaan dalam penerimaan bahkan penggunannya.
4.
Penyaluran
pembiayaan syariah yang dilakukan oleh pihak perbankkan syariah harus terus
diawasi, agar setiap penyalurannya tidak hanya menjadi perbandingan secara
nominal, dengan kata lain peningkatan pembiayaan syariah yang bersifat riil.
DAFTAR PUSTAKA
Abu, S. Ibrahim. 2006. Banking
Cards Syariah: Kartu Kredit dan Debit
dalam Perspektif Fiqh. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Amalia, Euis. 2005. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik Hingga
Kontemporer. Jakarta: Pustaka Asatrus.
Antonio, M. Syafi’i. 1994. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta:
Syarikat Takaful Indonesia.
Antonio, Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press.
Ascarya. 2007. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Bank Indonesia, Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia
2002-2011, Jakarta: Bank Indonesia, 2002.
Brue, Campbell. 2002. Economic Principles, dand
Policiess. McGraw Hill Companies.
Case dan Fair. 2002. Prinsip-Prinsip
Ekonomi, Jakarta : Erlangga.
Dubai
Bank. 2006. The Basics of Islamic Banking & Finance. Dubai .
Filiyana, Indri.
2013. Analisa Pinjaman Konsumtif pada Bank Syariah di
Indonesia 2005-2010, Skripsi
Fakultas Ekonomi Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan. Jakarta.
Ghazanfar, S. Mohammad, dan Abdul A. Islahi. 1988. Economic Thought of Al-Ghazali. Saudi Arabia :
Scientific Publishing Centre.
Islahi, A. Azim. 1988. Eckonomic Concept of Ibn
Taimiyah. London :
The Islamic Foundation.
Karim, Adiwarman.
2002. Sejarah Pemikiran Ekonomi
Islam, The International Institute of Islamic Thought (IIIT). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Karim, Adiwarman.
2006. Ekonomi Makro Islami, Jakarta : PT RajaGrafindo
Persada.
Karim, Adiwarman,
dan Shidiq,
Haryono. 2002. Kebijakan Moneter dalam Prespektif Islam, Karim Business Consulting.
Kasmir.
2005. Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta :
PT RajaGrafindo Persada.
Khaldul, Ibn. 2001. Muqaddima. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Kuncoro, Mudrajad.
1997. Ekonomi Pembangunan, Teori, Masalah, dan Kebijakan. Yogyakarta: UPP
AMP YKPN.
Mannan, M. A.
1992. Islamic Economics; Theory and Practice. Delhi: Idarah al-Adabiyah Delhi.
Muhammad. 2005. Bank Syariah; Problem
dan Prospek Perkembangan di Indonesia, Yogyakarta :
Graha Ilmu.
Putong, Iskandar. 2002. Ekonomi
Makro dan Mikro. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Rozalinda. 2015. Ekonomi
Islam; Teori dan Aplikasi pada Aktivitas
Ekonomi, Jakarta: Rajawali Pers.
Soemitro, Andri.
2013. Bank dan Lembaga Keuangan
Syariah. Jakarta: Kencana Prenada.
Sukirno, Sadono.
2004. Makro Ekonomi; Pengantar Teori, Jakarta : PT RajaGrafindo
Persada.
Wahyu, Prayudi.
2004. Analisis
Pinjaman Konsumtif Rill Pada Bank Syariah Di Indonesia Priode 1998.2 – 2003.1, Skripsi Fakultas
Ekonomi Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Yogyakarta.
Website:
http://www.bi.go.id
http://www.bps.go.id
Lampiran I
Perkembangan
Indeks Harga Konsumen
Tahun
|
Indeks Harga Konsumen
(persen)
|
Perkembangan Indeks
Harga Konsumen
(persen)
|
2004
|
113,25
|
110,46
|
2005
|
125,09
|
113,10
|
2006
|
141,48
|
106,41
|
2007
|
150,55
|
82,07
|
2008
|
123,55
|
93,13
|
2009
|
115,06
|
105,13
|
2010
|
120,97
|
105,36
|
2011
|
127,45
|
104,28
|
2012
|
132,90
|
106,98
|
2013
|
142,18
|
73,12
|
2014
|
103,97
|
|
Lampiran II
Perkembangan
Pendapatan Nasional
Tahun
|
Pendapatan Nasional (persen)
|
Perkembangan Pendapatan
Nasional (persen)
|
2004
|
2.295,83
|
-
|
2005
|
2.774,28
|
120,84
|
2006
|
3.339,22
|
120,36
|
2007
|
3.950,89
|
118,32
|
2008
|
4.948,69
|
125,25
|
2009
|
5.606,20
|
113,29
|
2010
|
6.446,85
|
114,99
|
2011
|
7.419,19
|
115,08
|
2012
|
8.230,93
|
110,94
|
2013
|
9.087,28
|
110,40
|
2014
|
10.094,93
|
111,09
|
Lampiran III
Perkembangan
Pembiayaan Konsumtif Syariah
Tahun
|
Pembiayaan Konsumtif
(miliyar rupiah)
|
Perkembangan Pembiayaan
Konsumtif (persen)
|
2004
|
2.045,40
|
-
|
2005
|
2.956,14
|
144,53
|
2006
|
5.666,00
|
191,67
|
2007
|
6.652,23
|
117,41
|
2008
|
9.734,07
|
146,33
|
2009
|
14.057,67
|
144,42
|
2010
|
22.909,69
|
162,97
|
2011
|
43.053,48
|
187,93
|
2012
|
64.822,99
|
150,56
|
2013
|
78.715,14
|
121,43
|
2014
|
79.676,71
|
101,22
|
Lampiran IV
Pembiayaan Konsumtif, Indeks Harga
Konsumen dan Pendapatan Nasional Indonesia
Tahun
|
Pembiayaan Konsumtif (miliyar)
|
IHK (%)
|
Pendapatan Nasional (triliun)
|
2004
|
2.045,404
|
113,250
|
2.295,826
|
2005
|
2.956,144
|
125,093
|
2.774,281
|
2006
|
5.666,002
|
141,484
|
3.339,217
|
2007
|
6.652,229
|
150,549
|
3.950,893
|
2008
|
9.734,070
|
123,552
|
4.948,688
|
2009
|
14.057,668
|
115,062
|
5.606,203
|
2010
|
22.909,693
|
120,968
|
6.446,852
|
2011
|
43.053,477
|
127,448
|
7.419,187
|
2012
|
64.822,990
|
132,903
|
8.230,926
|
2013
|
78.715,139
|
142,184
|
9.087,277
|
2014
|
79.676,709
|
103,968
|
10.094,929
|
Lampiran V
Pendapatan
Nasional Riil dan Pembiayaan Konsumtif Riil
Tahun
|
Deflasi (%)
|
Pendapatan Nasional Riil
(YR)
|
Pembiayaan Konsumtif Riil (PKR)
|
2004
|
106,059
|
243.493,461
|
216,934
|
2005
|
110,457
|
306.438,639
|
326,527
|
2006
|
113,104
|
377.677,564
|
640,845
|
2007
|
106,407
|
420.402,998
|
707,844
|
2008
|
82,067
|
406.125,595
|
798,849
|
2009
|
93,128
|
522.096,645
|
1.309,168
|
2010
|
105,133
|
677.775,301
|
2.408,559
|
2011
|
105,357
|
781.667,002
|
4.536,007
|
2012
|
104,280
|
858.316,936
|
6.759,710
|
2013
|
106,984
|
972.191,521
|
8.421,246
|
2014
|
73,122
|
738.164,423
|
5.826,144
|
Lampiran VI
Logaritma
Natural Pendapatan Riil dan Pembiayaan Konsumtif Riil
Tahun
|
LnYR
|
LnPKR
|
2004
|
12,403
|
5,380
|
2005
|
12,633
|
5,789
|
2006
|
12,842
|
6,463
|
2007
|
12,949
|
6,562
|
2008
|
12,914
|
6,683
|
2009
|
13,166
|
7,177
|
2010
|
13,427
|
7,787
|
2011
|
13,569
|
8,420
|
2012
|
13,663
|
8,819
|
2013
|
13,787
|
9,039
|
2014
|
13,512
|
8,670
|
Lampiran VII
Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
Dependent
Variable: LNPKR
|
|
|
||
Method: Least
Squares
|
|
|
||
Date:
05/12/15 Time: 11:15
|
|
|
||
Sample: 2004
2014
|
|
|
||
Included
observations: 11
|
|
|
||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Variable
|
Coefficient
|
Std. Error
|
t-Statistic
|
Prob.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
C
|
-28.65743
|
1.719679
|
-16.66441
|
0.0000
|
IHK
|
-0.005691
|
0.004177
|
-1.362329
|
0.2102
|
LNYR
|
2.788681
|
0.127776
|
21.82473
|
0.0000
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
R-squared
|
0.983493
|
Mean dependent var
|
7.344545
|
|
Adjusted
R-squared
|
0.979367
|
S.D. dependent var
|
1.276952
|
|
S.E. of
regression
|
0.183425
|
Akaike info criterion
|
-0.327016
|
|
Sum squared
resid
|
0.269159
|
Schwarz criterion
|
-0.218499
|
|
Log
likelihood
|
4.798588
|
Hannan-Quinn criter.
|
-0.395421
|
|
F-statistic
|
238.3261
|
Durbin-Watson stat
|
1.204685
|
|
Prob(F-statistic)
|
0.000000
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Lampiran VIII
Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
Dependent
Variable: LNYR
|
|
|
||
Method: Least
Squares
|
|
|
||
Date:
05/12/15 Time: 11:27
|
|
|
||
Sample: 2004
2014
|
|
|
||
Included
observations: 11
|
|
|
||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Variable
|
Coefficient
|
Std. Error
|
t-Statistic
|
Prob.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
C
|
10.31804
|
0.220472
|
46.79977
|
0.0000
|
IHK
|
0.002055
|
0.001480
|
1.388308
|
0.2025
|
LNPKR
|
0.352669
|
0.016159
|
21.82473
|
0.0000
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
R-squared
|
0.983612
|
Mean
dependent var
|
13.16909
|
|
Adjusted
R-squared
|
0.979515
|
S.D.
dependent var
|
0.455751
|
|
S.E. of
regression
|
0.065229
|
Akaike
info criterion
|
-2.394809
|
|
Sum squared
resid
|
0.034039
|
Schwarz
criterion
|
-2.286293
|
|
Log
likelihood
|
16.17145
|
Hannan-Quinn
criter.
|
-2.463214
|
|
F-statistic
|
240.0830
|
Durbin-Watson
stat
|
1.223219
|
|
Prob(F-statistic)
|
0.000000
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Lampiran IX
Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
Dependent
Variable: IHK
|
|
|
||
Method: Least
Squares
|
|
|
||
Date:
05/12/15 Time: 11:27
|
|
|
||
Sample: 2004
2014
|
|
|
||
Included
observations: 11
|
|
|
||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Variable
|
Coefficient
|
Std. Error
|
t-Statistic
|
Prob.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
C
|
-874.2884
|
720.1402
|
-1.214053
|
0.2593
|
LNPKR
|
-33.09106
|
24.29006
|
-1.362329
|
0.2102
|
LNYR
|
94.48467
|
68.05743
|
1.388308
|
0.2025
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
R-squared
|
0.194704
|
Mean
dependent var
|
126.9500
|
|
Adjusted
R-squared
|
-0.006620
|
S.D.
dependent var
|
13.94134
|
|
S.E. of
regression
|
13.98741
|
Akaike
info criterion
|
8.341193
|
|
Sum squared
resid
|
1565.181
|
Schwarz
criterion
|
8.449710
|
|
Log
likelihood
|
-42.87656
|
Hannan-Quinn
criter.
|
8.272788
|
|
F-statistic
|
0.967117
|
Durbin-Watson
stat
|
1.220328
|
|
Prob(F-statistic)
|
0.420555
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Lampiran X
Hasil Analisis Heteroskedastisitas
Heteroskedasticity
Test: White
|
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
F-statistic
|
1.071619
|
Prob. F(5,5)
|
0.4707
|
|
Obs*R-squared
|
5.690144
|
Prob. Chi-Square(5)
|
0.3375
|
|
Scaled
explained SS
|
2.443127
|
Prob. Chi-Square(5)
|
0.7850
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Test
Equation:
|
|
|
|
|
Dependent
Variable: RESID^2
|
|
|
||
Method: Least
Squares
|
|
|
||
Date:
05/12/15 Time: 11:17
|
|
|
||
Sample: 2004
2014
|
|
|
||
Included observations:
11
|
|
|
||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Variable
|
Coefficient
|
Std. Error
|
t-Statistic
|
Prob.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
C
|
-11.36956
|
14.69692
|
-0.773601
|
0.4741
|
IHK
|
-0.003138
|
0.062611
|
-0.050117
|
0.9620
|
IHK^2
|
8.82E-06
|
6.35E-05
|
0.138863
|
0.8950
|
IHK*LNYR
|
-3.50E-05
|
0.003915
|
-0.008949
|
0.9932
|
LNYR
|
1.757275
|
2.680979
|
0.655460
|
0.5411
|
LNYR^2
|
-0.065862
|
0.117896
|
-0.558642
|
0.6005
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
R-squared
|
0.517286
|
Mean dependent var
|
0.024469
|
|
Adjusted
R-squared
|
0.034572
|
S.D. dependent var
|
0.032700
|
|
S.E. of
regression
|
0.032129
|
Akaike info criterion
|
-3.735642
|
|
Sum squared
resid
|
0.005161
|
Schwarz criterion
|
-3.518608
|
|
Log
likelihood
|
26.54603
|
Hannan-Quinn criter.
|
-3.872451
|
|
F-statistic
|
1.071619
|
Durbin-Watson stat
|
2.614789
|
|
Prob(F-statistic)
|
0.470672
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Lampiran XI
Hasil Analisis Korelasi
CORELLATION
|
LNPKR
|
IHK
|
LNYR
|
LNPKR
|
1
|
0.02623
|
0.98978
|
IHK
|
0.02623
|
1
|
0.08878
|
LNYR
|
0.98978
|
0.08878
|
1
|
Lampiran XII
Hasil Analisis Uji
Normalitas
Lampiran XIII
Lampiran XIII
Hasil Analisis Uji Normalitas
0 komentar:
Posting Komentar